Hari
kesekian bulan ini, dan belum ada satupun tulisan yg terpampang..
Padahal
segala cara sudah kucoba, untuk menghadirkan cercah inspirasi, entah caranya yg
salah atau dunia ini sedang tak berpihak padaku..
Ya,
salahkan saja keadaan, toh dengan begitu hatimu sedikit tenang. Meskipun itu
palsu..
Tentang
kepalsuan, setiap makhluk berkepentingan pasti pernah melakukannya, begitu pun
adanya diriku. Atau kukatakan, apalagi makhluk semacam aku.
Suatu
waktu, seorang teman berkata, betapa tulusnya aku yg terus menulis meski
semesta mengabaikanku.
Aku
dengan seketika menjawab, tidak, aku tidak seperti itu.
Bukan,
aku bukan akan berpura-pura menunduk untuk tunjukkan jumawa. Aku tidak terlahir
dengan bakat hebat itu. Setiap singel kata yg terlontar dariku menyatakan
sebenar-benarnya maksud hatiku.
Aku
tidak tulus, aku tidak akan melakukan apapun tanpa maksud, tanpa tujuan
tertentu.
Aku,
seorang pamrih.
Aku
akan menulis, dan tetap menulis, meski tak sepasang matapun melirik. Kenapa?
Ketika
aku berkomitmen pada apapun, aku sebisa mungkin akan loyal pada komitmen itu.
Melakukan apapun untuk menjadikannya nyata. Karena ketika aku tidak bisa
mewujudkannya, maka itu artinya aku ingkar kepada diriku sendiri. Dan itu
sebodoh-bodohnya penghianatan.
Aku
benci ingkar janji, aku benci hianat, aku benci segala bentuk kepengecutan.
Lebih
baik aku terus terang, apalagi aku dalam posisi benar, daripada tersenyum sinis
di balik citra seolah tak berdaya.
Itu
kenapa aku dengan bangga mengatakan kalau diriku ini pamrih.
Karena
memang begitu adanya.
Aku
pamrih untuk diriku sendiri.
Aku
selalu meyakinkan diriku dengan perkataan, kalau bukan aku sendiri yg bangga
dengan diriku, lalu siapa lagi? Dengan begitu, bagiku akan jauh lebih mudah
untuk tersenyum, kembali bangkit, dan kembali hidup.
Meski
dalam kehidupan selanjutnya akan selalu ada halangan untuk menulis, justru
kembalikan lagi ke modal utama, kembali ke kenapa.
Kalau
aku, akan kembali ke, aku ingin bahagia.
Ketika
menulis, ketika menjadi aku yg seutuhnya, dengan berbagai sudut pandangku, aku
akan merasa nyaman. Itu lah kebahagiaan.
Pada
akhirnya, aku menulis bukan tentang apa, tapi mengapa..
Tentu
setiap jiwa memiliki rasa yg berbeda, itu keniscayaan, dan kita tidak bisa
berdebat tentang itu meski selalu ada bantahan yg siap terlontar.
Maka,
percaya saja lah pada kemurnian hati..karena hati itu tidak pernah berbohong.
Terus
menjadi diri sendiri, terus menulis, terus bergerak, maka terus lah hidup.
Karena,
kehancuran makhluk bernama manusia adalah ketika ia mulai berhenti menggerakkan
hati, berhenti menggunakan akal, dan tak peduli lagi dengan raganya.
Kehancuran
yg hina..dan itu sangat menyedihkan..
medio
Syawal, 1435
under
the amaya, home, big window..
eh, itu foto dari depan "markas" kita bukan? :p
BalasHapusiyaaa, tempat yg banyak kenangannya itu :3
Hapus