Kastil aku..

Sabtu, 10 Januari 2015

Adab bercanda : sekadar tawa atau menebar luka?

Tulisannya ini gue tulis kemarin, dan baru dipost hari ini, sengaja, biar nggak dikira produktif banget. Phlis.

Tentang bercanda, seperti yg tertulis di judul, gue pernah sekilas baca tentang adab ketika kita bercanda,  ya gitulah agama gue, keren abis, bahkan sampe hal yg mungkin sepele pun ada aturannya, kalo kata orang organisasi mah ada SOP-nya. Bisa banget cari-cari bahan referensi di internet, bergelimpangan gue yakin, contohnya di tulisan ini, Bercanda dan Tertawa Tidak Boleh?
Kalo yg mau gue bahas, uhm gue singgung sedikit si, kali ini pada bagian perlunya dasar pengetahuan yg kompleks sebagai bekal untuk melontarkan candaan. Gue nggak akan bahas tentang sakit hati, karena itu udah umum kita tau, dan kitapun selalu bilang maaf atau just kidding, untuk menetralisasi suasana, meskipun mungkin yg denger sedikit banyak sudah terluka.
Gue akan menyoroti masalah candaan yg dilontarkan karena kurangnya pengetahuan yg dimiliki pelontar candaan. Pengetahuan di sini tidak terbatas pada tingkat pendidikan aja, toh guru yg paling berperan itu malah pengalaman kan?



Mungkin kita sudah paham kalo guyonan anak anak ingusan dengan bawa bawa nama bapak itu nggak baik, karena langsung menuju orang yg dimaksud. Tapi kita mungkin lupa dengan hal hal prinsip, seperti guyonan tentang ibadah, cara berpakaian, pengucapan dialek, dsb. Kita awalnya hanya ingin menyindir satu orang, satu organisasi mungkin, tapi sebenarnya lebih dari itu, bisa jadi kita sedang menertawakan hal yg sakral, yg tentu tidak pantas jadi bahan dagelan, lawakan. Bahkan gue juga baca kalo sampai kita mengolok-olok hal yg prinsip dalam agama Islam, naudzubillah jangan sampe, maka kita sudah kafir. Ya karena secara logika,  itu seburuk-buruknya pengkhianatan, selain seburuk-buruknya penghinaan, masa ada sih orang yg njelekkin dirinya sendiri? Bangga pulak. hih..
Misal, contoh, maap ya kalo ini bisa menyinggung yg sering ngomong gini dan sering diomongin gini, semoga ini bisa membuka wawasan kita semua : heh awas ada ninja lewat! Seru seseorang pada teman-temannya ketika melihat muslimah memakai cadar dari kejauhan.
Sontak teman-teman yg melihat itu akan menimpali dengan candaan yg lain ataupun malah sudah terpingkal-pingkal.
Atau ketika melihat seorang teman yg sudah lama nggak ketemu dan ketika ada kesempatan bertatap muka ternyata dia yg dulunya sangat fashionable, setelan baju yg nggak pernah ketinggalan zaman, wajah yg selalu bersih, seketika berpenampilan sangat sederhana, memakai celana cingkrang di atas mata kaki, membiarkan jenggotnya tumbuh, dan semua yg drastis berubah 360 derajat. Lalu keluarlah komentar seperti, heh jenggot panjang amat udah kayak kambing aja, atau kasian banget deh itu celana kekurangan bahan, dan lain-lain yg mungkin berniat bercanda tapi justru menebar luka, untuk dirinya sendiri.

Kenapa gue bilang menebar luka untuk dirinya sendiri, ya karena dia yg akan kena getahnya, misal yg denger nggak suka lantas menjauhinya, hilang satu tali silaturrahim. Atau misal dia karena sering bercanda dengan hal yg nggak perlu membuat orang lain nggak respek lagi sama dia, hilang satu poin diri. Bahkan yg paling penting, justru orang tersebut sedang menimbun gundukan dosa yg ia dapet dari dosa orang-orang yg sudah ia tertawakan. Haaah, let us take a deep breath first.

Ya memang begitu, nggak jauh beda kan orang yg menertawakan orang lain dengan orang menggunjing orang lain, apalagi sama-sama ngomong di belakangnya, udah jelas gosip tuh. Dan ganjarannya, seperti memakan bangkai saudara sendiri. Kemudian, ketika yg diomongkan itu tidak sesuai yg ia sangkakan, jatuh fitnah, menghasut pada kebencian, maka sudah dzolimlah dia pada orang yg dibicarakan. Gue sih asik asik aja ya tentang diomongin orang, gue sadar kok kalo gue terkenal, jadi udah biasa banyak kasak kusuk di belakang ataupun di depan gue. Gue nyantai aja, toh sebenernya gue sedang nunggu transferan pahala dari orang yg ngomongin gue, dan mentranfer balik dosa dosa gue ke penggunjing, pengolok, pecanda yg nggak berilmu itu. Asik kan? Santai aja makanya..
Hahaha..

Konklusinya simpel kok, sebelum bercanda, ditelaah dulu, tepat atau enggak bahan candaan kita, menyakiti atau enggak, dusta atau enggak, fitnah atau bukan, dan lain sebagainya. Itulah perlunya pengetahuan, perlunya dasar ilmu, sebelum melakukan apapun, just like what my dien taught me, the one and only, the perfect way of life, Islam.
Nabi Muhammad sholallohualaihiwassalam juga pernah bercanda kok, tapi bercanda yg tidak menyakiti, tidak berdusta, dan berbobot. Karena kalo sampe melanggar hal hal prinsip yg sedikit gue beberkan di atas, maka silakan baca ulang tulisan ini, dan tolong diresapi, kemudian kita bisa berbenah bersama.

Seperti yg udah sering kita denger, dan sering gue kutip, surga itu terlalu luas untuk kita tempati sendiri, jadi mari saling mengingatkan, saling menasihati dalam kebenaran dan kebaikan, agar nanti kita bisa berkumpul di sana, bertemu makhluk paling santun, paling mulia, paling sempurna, Rosululloh Muhammad Sholallohualaihiwassalam..
Fuh sedih, bayangin kondisi gue sekarang yg masih jauh belum mewakili umatnya..
Belajar, belajar, terus belajar!

Lagi, gue sangat meminta maaf kalo contoh contoh yg gue kasih di tulisan ini sedikit banyak menyinggung, gue berharapnya dengan blak-blakan begitu pesan yg mau gue sampaikan bisa sampai, meski masuk kuping kanan keluar kuping kanan juga, mental.
Gue sadar bukan siapa siapa, dan nggak bisa ngasih apa apa..
Anggap aja gue lagi ngomong ke cermin, mengingatkan diri gue sendiri..
Syukur syukur kalo ada yg mau dengerin, udah alhamdulillah banget..
Terus gue jadi mellow, hahaha..

Maha Suci engkau wahai Alloh, segala puji bagi-Mu, aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau, aku memohon ampun pada-Mu dan aku bertaubat kepada-Mu..

Semoga kita diberi hati hati yg peka, hati hati yg tidak mudah menyinggung dan tersinggung..


2 komentar: