Empat tahun yang lalu..
"Eh kamu harus bersyukur Ra, punya calon suami yang sesabar aku." ledeknya.
"Hahaha, oh yaaa?" balas gadis yang tersenyum simpul setelah membaca pesan di aplikasi chatting mobile phone-nya.Namun kenyataannya, aku memang sangat bersyukur.
Aku adalah manusia yang berantakan, hancur, ruined, damaged thing.
Bahkan aku nggak pernah lagi membayangkan akan bisa bahagia dengan adanya seseorang di sampingku.
Rasanya bermimpi saja pun terlarang bagiku.
Sudah sangat lama hati ini mati rasa, terabaikan.
Kemudian dia datang membawa segenggam harapan yang aku hidupkan setiap kali aku menyeduhnya.
Lewat kopi, ia menembus titik terlemahku.
Sekaligus titik terkuatku.
Ia dengan sikapnya yang tanpa tedeng aling-aling mendatangi meja kerjaku, hanya untuk mengantarkan sekotak kopi.
Sekotak yang sudah cukup mematikkan bunga-bunga api dalam ruang-ruang hati yang dingin, dulunya.
Sekotak yang meluluhlantakkan kebekuan dinding hati yang kokoh berdiri, dulunya.
Sekotak yang menyalakan kembali pancaran kehidupan yang padam, dulunya.
Sekotak yang membawa kejutan-kejutan manis di cerita selanjutnya.
Dan kini, tak ada lagi dulu, yang ada adalah sekarang.
Tak ada lagi aku dan diriku, dia dan dirinya, yang ada adalah kita.
***
"Iya dong, kamu itu orangnya moody abis. Nggak kebayang orang-orang di dekatmu itu kenapa bisa tahan untuk nggak ngejitak kamu, hahaha!" ledekan itu masih berlanjut, dengan hangat.
***
Sosok senior berjarak tiga tahun di atasnya, yang tanpa sengaja dipertemukan dengannya, Ayra Pradea Renata, saat program induksi di kantor sembilan bulan yang lalu.
Pertemuan yang tidak pernah mereka duga akan mengubah kehidupan mereka selanjutnya.
Pertemuan yang sebenarnya tidak sepenuhnya tanpa sengaja.
bersambung*..
==========================================================
* Suka-suka yang nulis kapan sambungannya, haha~
Have a wonderful day everyone!
May the happiness always be with you :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar