Dirangkum dari buku Sirah Nabawiyah
karangan Dr. Muhammad Sa`id Ramadhan Al Buthy, alih bahasa (penerjemah): Aunur
Rafiq Shaleh, terbitan Robbani Press halaman 348-353
1. Meminta bantuan kepada non muslim
bukan dalam keadaan perang
Meminta bantuan ini boleh saja
tergantung situasi dan kondisi orang yg dimintai pertolongan, harus yakin kalau
orang tsb dapat dipercaya. Kemudian boleh untuk masalah perdamaian, pokoknya
bukan dalam keadaan perang. Contohnya Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam
mengirim Basyar bin Sufyan seorang musyrik dari kabilah Khuza’ah sebagai intel
untuk meminjam senjata (jadi tidak untuk perangnya).
Semua tindakan Nabi shalallahu ‘alaihi
wa sallam menunjukkan keharusan diadakannya syura dan pemimpin harus memegang
prinsip ini. Syura dilaksanakan untuk memperoleh pandangan kaum Muslimin
tentang suatu hal, lalu jika sudah kuat dasar dalil dan hukum syariatnya maka
pandangan tersebut boleh diambil. Namun syura pun harus tunduk kepada hukum
wahyu seperti Al Qur’an, as-Sunnah, dan ijma’. Seperti dalam kisah ini, awalnya
Rasululloh meminta pendapat dari sahabatnya kemudian Abu Bakar berkata
“Sesungguhnya engkau, wahai Rasul Alloh, keluar hendak melaksanakan thawaf di
Ka’bah. Berangkatlah saja! Siapa yg menghalangi maka kita akan perangi.” Nabi
shalallahu ‘alaihi wa sallam menyetujui dan berangkat bersama
sahabat-sahabatnya, namun di tengah perjalanan unta beliau tidak mau berjalan.
Hal ini menunjukkan bahwa Rasululloh harus berhenti dan meninggalkan pendapat
hasil syura.
3. Tabarruk dengan bekas pakai Nabi
shalallahu ‘alaihi wa sallam
Urwah bin Mas’ud menggambarkan sikap para
sahabat yg begitu mencintai Rasululloh, ada dua pelajaran penting tentang hal
ini. Pertama, tidak mungkin beriman kepada Rasululloh tanpa mencintainya. Cinta
pun tidak hanya di pikiran, tapi jauh sampai lubuk hati terdalam dan membentuk
kepribadian. Kedua, tabarruk (mencari berkah) dengan bekas pakai Nabi
shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah perkara yg disyari’atkan. Dalam beberapa
hadis sahih disebutkan bahwa sahabat pernah tabarruk dengan rambut, keringat
dan sisa air wudhu serta ludah Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam. (tapi hal ini
tentunya terkecuali hanya untuk Rasululloh, karena tak ada manusia mana pun yg
bisa dibandingkan dengan beliau)
4. Hukum berdiri terhadap orang yg duduk
Sikap berdiri kepada orang yg duduk merupakan
bentuk penghormatan yg dilakukan orang asing dan diingkari Islam. Nabi
shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa ingin dihormati orang
dengan berdiri maka hendaklah ia mempersiapkan tempat duduknya di neraka.”
Namun kemudian hal ini dikecualikan untuk kondisi khusus. Ketika ada utusan yg
menemui Rasululloh maka Mughirah bin Syu’bah yg mengawal Rasululloh dengan
membawa pedang boleh berdiri untuk menunjukkan izzah islamiyah, kemuliaan sang
imam, dan melindungi dari segala kejahatan.
5. Disyariatkan perjanjian damai antara kaum
muslimin dan musuh mereka
Dengan adanya perdamaian Hudaibiyah ini
menjadi dasar bolehnya berdamai dengan musuh dalam kurun waktu tertentu, dengan
atau tanpa mendapat ganti rugi. Yg tidak diperbolehkan adalah jika kaum
muslimin harus membayar harta, karena ini akan merendahkan martabat kaum
muslimin di hadapan musuh. Terkecuali kalau benar-benar mendesak, darurat, dan
tidak ada jalan lain.
6. Pembatasan waktu perjanjian damai.
Imam Syafi’i, Ahmad, dan sejumlah imam
lainnya berpendapat bahwa perjanjian damai tidak boleh lebih dari 10 tahun.
Karena Rasululloh mengadakan perjanjian damai dalam kurun waktu sedemikan.
7. Syarat dalam mengadakan perjanjian damai.
Ada dua syarat yaitu syarat sah dan syarat
batil. Syarat sah adalah setiap syarat yg tidak bertentangan dengan Al Qur’an
dan sunnah Nabi. Contohnya, mensyaratkan pihak musuh membayar harta atau
mengembalikan orang muslim yg datang kepada mereka atau menjamin keamanannya.
Sedangkan syarat batil yaitu syarat yg bertentangan dengan hukum syariat yg
ada. Misalkan mensyaratkan untuk mengembalikan wanita-wanita muslimat kepada
musuh atau memberikan sebagian senjata/harta. Hal ini syarat yg dilarang karena
Rasululloh tidak mau mengembalikan wanita-wanita muslimat yg datang. Meskipun
mungkin ini dianggap melanggar aturan perjanjian tetapi dalam perjanjian pun
tidak dikatakan secara eksplisit untuk mengembalikan wanita, bahkan mungkin
hanya berlaku untuk laki-laki. Hal ini juga sudah diatur dalam Al Qur’an.
8. Hukum Ihshar (membatalkan) penunaian haji
dan umrah.
Rasululloh melakukan tahallul, menyembelih
kurban, dan bercukur setelah menyelesaikan perjanjian damai. Hal ini
menunjukkan bahwa orang yg membatalkan haji karena suatu halangan dibolehkan
tahallul dengan menyembelih kambing di tempat pembatalannya, mencukur rambut,
dan berniat tahallul baik haji atau umroh. Amalan ini menunjukkan bahwa orang
yg bertahallul tidak diwajibkan mengqadha’ haji atau umrohnya apabila merupakan
haji atau umroh sunnah (bukan haji/umroh pertama kali).
Wallahu’alam..kebenaran
hanya milik Alloh subhanahu wa ta’ala..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar