Kamis, 19 April 2018

two years of happiness, love two thousand years more

Alhamdulillah mulai nulis juga si tuan putri emak eleanors ini , walaupun disambi nonton 86.
Nontonnya ditemenin si cinta, trus gue bilang ih polisinya masih muda ya ganteng.
Trus si cinta bales dong, ah biasa aja aku juga bisa kalau jadi tentara.
Wakakak ada yang cemburu.
Jadi apa yang mau gengs tau tentang my 2 years of happiness?
Lah malah tanya, kan situ yang mau cerita, heu.
Ya karena bakal panjang dan berpart part makanya enakan gue tanya dulu.
Ya udah yuk kita mulai saja, let it flow ya ceritanya.

Awalnya mau bikinin poin poinnya dulu, udah kayak bikin tugas akhir aja, tapi gue uh asli mager.
Kapan si gue nggak mager, ampun kasian amat ya suami gue.


Tanggal 2 April 2016, dua tahun lalu.
Seorang laki laki mengambil risiko besar untuk menikahi seorang wanita yang entah punya kelebihan apa.
Laki laki itu, memperjuangkan keyakinannya terhadap wanitanya, meski dunia seolah tak berpihak padanya.
Yang laki laki itu tau, ini cara terbaik yang Tuhan-nya ridho untuknya.
Ya, laki laki itu yang telah membersamaiku dua tahun ini.
Dua tahun yang penuh rasa, dua tahun yang penuh makna.
Laki laki itu, suamiku, si cinta.



Pernikahan kami adalah pernikahan impianku yang menjadi nyata.
Tidak ribet dengan tetek bengek, hanya sederhana, dan yang pasti kami berdua yang terlibat penuh di dalamnya.
Teman dan keluarga terbaik yang kami undang, dan bersedia datang.
Sedang mereka yang paling kencang merongrong kapan kami nikah, tak keliatan barang batang hidungnya.

Ya, sebelum menikah, kami memang sering terlihat bersama dalam proses mengenal.
Dan entah orang orang julid itu kenapa paling besar omongannya tapi nol besar aksinya.
Hey!
Bukankah kita mau bahas tentang 2 tahun kebahagiaan?
Sudah ya nyinyirnya.
Setelah menikah, Tuhan membiarkan kami menikmati masa masa kemana mana berdua.
Cibinong Jakarta bahkan pernah kami tempuh dengan naik motor.
Aku pernah menceritakan tentang ini, cari saja ya.
Ke coffee shop, ke mall, ke museum, ke mall, keliling Menteng Cikini, ke Bandung yang cuma bolak balik nggak nginep, ke mall lagi, haha, ya menyenangkan saat itu.
Bahkan hanya berdua di rumah pun bukan masalah bagi kami.
Rumah kami ramai.
Ada tiga kucing saat itu, sekarang tinggal penerusnya, ada ikan dengan gemericik air kolamnya, ada cuitan burung tetangga, ada tetangga yang suka bercuit pula, eh, intinya ramai.

Hanya saja, ada satu sisi ruang di hati kami yang kosong.
Terlebih lagi hatinya.
Si cinta itu sudah lama pengen punya anak.
Alasannya apa ya, aku lupa, ya aku memang pelupa.
Tapi aku nggak akan lupa kenapa aku menerimanya menjadi imamku.
Kenapa hayo?
Nanti ya, tunggu buku aku jadi, kapan kapan haha.

Tentang anak.
Ya, Tuhan tidak langsung memberi kami amanah berat itu.
Entah mengapa, hanya Dia yang tahu.
Amanah berat, amanah yang diberikan pada seorang wanita, yang kemudian oleh wanita itu diamanahkan pula ke orang lain, ngerti nggak si?
Ah panjang.
Balik ke hidup aku saja ya.
Selama 6 bulan, aku dan si cinta menikmati hari hari berdua.
Menikmati hari demi hari dengan diisi pertanyaan kepo bin nggak bertanggung jawab.
Udah isi belum?
Minta digaplok emang yang tanya, eh katanya nggak boleh nyinyir.
Ya nyatanya memang orang orang seperti itu yang harus dikerasin.
Mereka yang paling kenceng tanya, sekalinya udah brojol eh merekanya kemana ditelan bumi.
Terkutuk lah.
Eh ibu sabar ya.

Di akhir 6 bulan penantian kami, kami mulai ikhtiar lebih.
Apa aja yang sudah kami ikhtiarkan?
Nanti ya tunggu buku aku rilis, hahaha.
Dan alhamdulillah, tepat di 6 bulan pernikahan kami, aku mendapat amanah itu.
Nggak cuma satu, dua amanah sekaligus.
Ya Robb.

Kamu tau rasanya saat itu?
Saat dimana kamu harus bahagia, terharu, lega, namun sekaligus sedih, bingung, depresi.
Tapi karena ini edisi happiness, mari kita isi dengan yang happy happy saja ya.
Kami, aku dan si cinta, pasti bahagia, sangat bahagia, dititipin Alloh dua anak sekaligus.
Saking bahagianya sampai sampai hampir nggak ada niat mau foto foto selama hamil.
Ada sih satu dua foto, itupun nggak disengaja.
Karena aku tepatnya, sangat menjaga mereka.
Ketakutan karena bahagia yang berlebihan.
Jadi biar lah masa masa kehamilan 40 minggu itu kami sendiri yang mengingat detilnya.
Cerita tentang setiap pagi setelah subuh harus bermotoran ria ke stasiun, ngejar kereta alias commuter line, berebut duduk di kursi prioritas, kegencet sana sini, mual mual naik bajaj yang kotor, tugas kantor yang bukannya berkurang, pulang kantor sampai rumah sudah menginjak malam, itu semua biar lah tersimpan dalam kenangan.
Nah itu diceritain, hahahaha.
Kan bukan detilnya.
Eh kalau kalian mau, boleh lho kita ngoffee bareng sambil aku ceritain masa masa itu.
Karena masih sangat banyak hal yang belum aku ceritakan, dan akan sangat menyenangkan bisa membaginya.

Sudah 6 bulan, sejak pernikahan.
Lalu 9 bulan kehamilan.
Di tengah masa kehamilan itu, ada momen penting yang terjadi dalam hidup kami, hidup aku.
Di usia kehamilan 5 bulan, Januari 2017, aku mengajukan permohonan undur diri, ya, aku resign.
Ceritanya panjang dan berliku, tunggu buku rilis lagi nih? Hahaha..
Dan alhamdulillah, berkat bantuan Kepala Biro Organta, bu Dini Kusumawati dan pihak pihak yang terlibat, SK resign sudah aku terima bulan Februari, padahal seharusnya nggak semudah itu.
Betapa dimudahkan niatku untuk resign, alhamdulillah.
Seharusnya aku baru bisa pergi dari kantor bulan Juni akhir, namun bulan April, saat kehamilanku 7 bulan, aku memutuskan untuk cuti, selamanya.
Itu artinya, sekarang sudah setahun aku berhenti bekerja di kantor, dan memilih bekerja untuk menjaga amanah-Nya.
Dan tanggal 22 April ini, resmi setahun sejak terakhir kalinya aku meninggalkan mejaku.
Masih hangat dalam ingatan.
Huh.

Sudah 6 bulan pernikahan, ditambah 7 bulan kehamilan, ditambah 2 bulan kemudian melahirkan eleanors, dan 9 bulan usia eleanors, maka tepat 24 bulan, 2 years of happiness.

Banyak hal terjadi, banyak cerita yang sebagian kecil sudah aku tulis dan aku bagikan lewat berbagai media, lika liku, ombak pasang surut, angin semilir sampai badai, lilin menerangi sampai api berkobar, ya itu lah kehidupan.
Kami, kita, hanya harus berjuang, tidak menyerah.
Karena kebahagiaan itu tidak muncul saat hidup kita datar datar saja.
Kebahagiaan ada ketika air mata berakhir menjadi pelukan maaf.
Kebahagiaan ada ketika teriakan berganti guguan sesal.
Pada akhirnya, ini adalah bagian kecil kehidupan yang harus kita lalui, untuk sampai ke kehidupan kekal nantinya.



Selamat dua tahun kebahagiaan untukku, untuk si cintaku.
Terlambung tinggi doa untuk kebahagiaan keluarga kami, bahagia yang abadi sampai nanti.

Fin~


Hadiah kecil untuk kalian yang sudah sabar membersamaiku..
Doakan kami ya 😊

Tidak ada komentar:

Posting Komentar