Minggu, 08 Februari 2015

Cerpan : Persimpangan yang bercabang..

"Seems like i am being rejected.." sent. Sambil tersenyum, gadis itu meletakkan telpon genggamnya. Lalu kemudian dengan terburu menekan tombol pemati daya di perangkat telekomunikasi itu. "Aku siap, tapi tidak yakin sanggup, membaca balasannya." batinnya.
Hanya singkat masa mereka berjumpa, baru beberapa bulan terakhir ini, tapi Hime telah menaruh harapan besar pada satu sosok bertampang innocent namun penuh rahasia di balik sorot matanya. Kemudian ia tersadar, tepatnya menyadarkan diri kalau ini tidak berhasil, tidak akan berhasil.


"Pada akhirnya, aku harus menjalani takdirku. Namun bukan dengannya."
"Aku akan menapaki jalan lain, dengan orang lain pula."
"Tapi haruskah dengannya, seseorang yg telah menungguku sejak lama, meski di seberang samudera?"


"I had already told you about my plan, my big plan, to marry you. You dont need to hurry, you can think about it, i dont mind to wait. One important thing, i will always love you."
Pesan yang beberapa bulan lalu masuk ke dalam inbox electronic mail-nya itu terus terngiang dalam pikirannya, dan semakin kuat terdengar ketika ia hanya dengan dirinya seorang, sendiri.

"Bukan, aku bukan tidak ingin mempertimbangkannya, Lia. Hanya saja, hanya saja..." kata-kata itu tercekat seiring dengan butiran-butiran air mata yang tertahan di sudut matanya.
"Apa yang kamu ragukan? Atau ada hal kamu takutkan, Me?" tanya Lia, satu-satunya sahabat yang ia percaya, sambil menatap kedua netra gadis yang duduk di hadapannya itu, sayu.
Mata itu bergetar, mewakili hatinya yang sedang terguncang. "Justru itu Li, aku nggak tau apa yang aku takutkan, atau justru saking banyaknya hal yang aku pikirkan.." "Aku nggak tau Li, aku..aku sakit. " "Ini terlalu berat.." ujarnya sambil meremas ujung tisu di hadapannya, sekuat mungkin menahan diri.
Lia alih-alih berkomentar, ia memilih diam, ia yakin sahabatnya itu kuat, ia hanya butuh didengar.
Seharusnya memang kau tidak perlu mempertimbangkan apapun, Me. Hanya memikirkannya saja sudah cukup membuatmu menderita, apalagi jika harus bersama. Batinnya sembari menggenggam erat tangan gadis rapuh di depannya itu.
Sore itu, langit kelabu, pun hati gadis berseragam biru itu..


"Who did reject you, Me?"...
Pesan itu masuk menjelang tengah malam, ketika Hime sudah hampir terlelap, melupakan penantian panjang menunggu balasan pesannya. Sambil membuka sedikit kelopak matanya, ia membaca lanjutan pesan di layar telpon genggamnya, kemudian kembali terlelap dalam tidurnya. Kini wajah itu dihiasi sunggingan senyuman, menjadikannya damai..

not the end..



2 komentar:

  1. Balasan
    1. kasih nggak yaa? hahaha :p
      enggak mau aaah, nggak bakat kayaknya nulis beginian u,u

      Hapus