Minggu, 10 Agustus 2014

Menulis itu..

Hari kesekian bulan ini, dan belum ada satupun tulisan yg terpampang..
Padahal segala cara sudah kucoba, untuk menghadirkan cercah inspirasi, entah caranya yg salah atau dunia ini sedang tak berpihak padaku..
Ya, salahkan saja keadaan, toh dengan begitu hatimu sedikit tenang. Meskipun itu palsu..
Tentang kepalsuan, setiap makhluk berkepentingan pasti pernah melakukannya, begitu pun adanya diriku. Atau kukatakan, apalagi makhluk semacam aku.


 Suatu waktu, seorang teman berkata, betapa tulusnya aku yg terus menulis meski semesta mengabaikanku.
Aku dengan seketika menjawab, tidak, aku tidak seperti itu.
Bukan, aku bukan akan berpura-pura menunduk untuk tunjukkan jumawa. Aku tidak terlahir dengan bakat hebat itu. Setiap singel kata yg terlontar dariku menyatakan sebenar-benarnya maksud hatiku.
Aku tidak tulus, aku tidak akan melakukan apapun tanpa maksud, tanpa tujuan tertentu.
Aku, seorang pamrih.

Aku akan menulis, dan tetap menulis, meski tak sepasang matapun melirik. Kenapa?
Ketika aku berkomitmen pada apapun, aku sebisa mungkin akan loyal pada komitmen itu. Melakukan apapun untuk menjadikannya nyata. Karena ketika aku tidak bisa mewujudkannya, maka itu artinya aku ingkar kepada diriku sendiri. Dan itu sebodoh-bodohnya penghianatan.
Aku benci ingkar janji, aku benci hianat, aku benci segala bentuk kepengecutan.
Lebih baik aku terus terang, apalagi aku dalam posisi benar, daripada tersenyum sinis di balik citra seolah tak berdaya.
Itu kenapa aku dengan bangga mengatakan kalau diriku ini pamrih.
Karena memang begitu adanya.
Aku pamrih untuk diriku sendiri.

Aku selalu meyakinkan diriku dengan perkataan, kalau bukan aku sendiri yg bangga dengan diriku, lalu siapa lagi? Dengan begitu, bagiku akan jauh lebih mudah untuk tersenyum, kembali bangkit, dan kembali hidup.
Meski dalam kehidupan selanjutnya akan selalu ada halangan untuk menulis, justru kembalikan lagi ke modal utama, kembali ke kenapa.
Kalau aku, akan kembali ke, aku ingin bahagia.
Ketika menulis, ketika menjadi aku yg seutuhnya, dengan berbagai sudut pandangku, aku akan merasa nyaman. Itu lah kebahagiaan.

Pada akhirnya, aku menulis bukan tentang apa, tapi mengapa..
Tentu setiap jiwa memiliki rasa yg berbeda, itu keniscayaan, dan kita tidak bisa berdebat tentang itu meski selalu ada bantahan yg siap terlontar.
Maka, percaya saja lah pada kemurnian hati..karena hati itu tidak pernah berbohong.
Terus menjadi diri sendiri, terus menulis, terus bergerak, maka terus lah hidup.
Karena, kehancuran makhluk bernama manusia adalah ketika ia mulai berhenti menggerakkan hati, berhenti menggunakan akal, dan tak peduli lagi dengan raganya.
Kehancuran yg hina..dan itu sangat menyedihkan..

medio Syawal, 1435
under the amaya, home, big window..



2 komentar: