Selasa, 30 Desember 2014

Tentang dimana rasa syukur berada : Hari Pertama

-Pulang nggak, um?
+Enggak pak, di sini aja.
-Iya lah, kapan lagi lihat Jakarta sepi.
===============================================================

Perjalanan dari Bintaro ke Jakarta Pusat, kereta commuter line, gerbong wanita.
Menjadi saksi bisu keberhasilan pertama kali-ku menempuh jarak yg sejauh itu.
Aku bukan makhluk lemah yg tidak bisa apa-apa, aku juga bukan makhluk manja.
Satu satunya hal yg menahanku untuk tak beranjak dari peraduanku adalah ketidakpastian.
Aku tidak bisa memutuskan sesuatu tanpa tau dengan pasti bagaimana hal itu berjalan.
Aku tidak akan pergi kemanapun tanpa jelasnya tujuan akhir dan bagaimana rutenya.
Aku tidak suka bertindak konyol kemudian tersesat.
Itulah mengapa aku sangat betah berdiam diri.
Dan ketika aku harus dengan terpaksa melakukan perjalanan seorang diri, aku harus tau semua detil mulai dari aku harus naik apa, turun dimana, kapan kereta belok, yg itu enggak, pokoknya aku harus tau setelah turun dari kereta harus beralih ke peron berapa.
Everything must be under my hand, intinya.

Liburan yg memberikan empat hari-nya untuk dinikmati para pekerja, termasuk aku yg baru saja memasuki gerbang itu. Seharusnya tidak menyia-nyiakan kesempatan emas yg entah datang kapan lagi, ah bukan, aku hanya ingin mencari cara lain untuk menikmati waktu-waktu senggang ini. Berjalan-jalan, menikmati Jakarta, sedangkan di sisi lain orang-orang justru berkumpul bersama keluarga. It is just fine, i can find my own way to be happy, dan here i go dengan beberapa pengalaman berlibur di ibukota.

Hari pertama, menuju Bintaro-lah tujuanku, nostalgia mungkin, entahlah. Sepertinya suasana kampus dan sekitarnya itu tak pernah gagal membuatku kembali, setidaknya sekali dalam beberapa bulan.
Berangkat dengan seorang kawan yg kebetulan berute searah, naik kereta. Jadi tidak ada masalah yg perlu aku pikirkan, karena aku hanya tinggal mengikutinya, gampang.
Di Bintaro, hanya ada satu tujuan tempatku bermalam, Nina's kos. So lucky i am punya saudari yg tetap tinggal di Bintaro padahal kantornya lumayan jauh. Karena bagaimanapun juga, untuk saat ini Bintaro itu masih menjadi tempat ternyaman untuk makhluk yg sudah tiga tahun tinggal di sana. Andai saja, aku dengan segala keribetanku nekat, akan jadi sangat menyenangkan berdomisili di sana.
Terima kasih sekali untuk Nina yg mengalihkan waktu istirahatnya untuk menjamu tamu asal nyelonong macam aku ini. Pasalnya, aku mengabari kalau mau menginap di kosnya tepat saat aku sudah berada di kereta. Yg mana, itu sangat mendadak. Bahkan dia sempat tidak yakin, gimana kalau misal aku nggak di kos, katanya.
Well, aku sangat tidak peduli, meski sempat meng-iya-kan juga, tapi insting-ku berkata untuk lanjut saja, banyak masjid kan di sekitar sana, antisipasi kemungkinan terburuk.
Di Bintaro hanya sehari semalam, mengingat jemuranku yg mencapai angka 30 hanger, ya, 30 helai pakaian, masih bertengger rapi di jemuran. Karena kemarin aku sibuk dengan proses perpindahan ke kos baru, jadilah baju kotor selama 4 hari menumpuk. Rencananya liburan mau dihabiskan dengan mencuci dan menyeterika, apa daya harus ke Bintaro setelah selesai menjemur.
Hanya sempat jalan-jalan di sekitar Pondok Jurang Mangu Indah dan Kalimongso, belum sempat ke kampus, sayang. Tujuanku ke Kalimongso sebenarnya hanya satu, nyoba kopi di coffee shop baru. Uhm satu-satunya kedai kopi di Kalimongso malah, selain warkop tentu saja. Pertama kali lihat saat Induction Program beberapa bulan yg lalu, tapi belum sempat mampir, dan bertekad suatu hari harus mampir.
Aku tidak pandai dalam memberi review, apalagi baru sekali mencoba. Satu kata yg mewakili, lumayan.
Harga yg ditawarkan cukup tinggi, mengingat tempat kedai itu berada di wilayah mahasiswa, tapi kalau dilihat dari sisi otentik-nya, lumayan lah. Mungkin sebagai seorang wanita, aku lebih fokus ke layout cafe-nya. Digawangi oleh dua pemuda 25 tahun-an, cukup mewakili keterbatasan penataan ruangan di dalam kafe. Gampangnya, belum tertata rapi. Di pojok dekat lemari pendingin, perlu diberi perhatian khusus, karena bagian tersebut terlihat oleh pengunjung, dan itu harus rapi. Atau sepertinya perlu pegawai baru nih? Haha..
Ada juga sisi dinding yg polos, tanpa pajangan apapun, seharusnya bisa dipasang satu dua gambar, supaya tidak terkesan datar saja.
Kemudian, untuk bagian apa ya namanya, meja yg digunakan meracik minuman, karena mungkin memang disengaja tinggi dan tertutup, terkesan something hidden. Menurutku itu tidak cantik dan tidak menghibur, meskipun mungkin niatnya supaya tidak terlihat berantakan. Tapi tetap saja, memperlihatkan proses pembuatan itu perlu, bahkan bisa jadi nilai tambah tersendiri bagi kedai tersebut.
Dari segi rasa, lumayan, aku jujur lupa apa yg aku pesan, selain karena namanya yg lumayan panjang, aku juga asal pilih aja. Not focus.
Sayangnya juga, waktu aku ke sana, lampu dalam kedai belum dinyalakan, mungkin masih sore atau mungkin hemat listrik, entah. Yg pasti fungsi lampu untuk menghidupkan suasana kafe jadi tidak ada, padahal lagi-lagi itu perlu.
Sisi lebihnya, mungkin kalau menurutku malah lebih ke keputusan untuk mengelola kedai kopi, itu tidak mudah, dan mereka yg masih tergolong muda mau memulainya. Meski banyak sekali yg harus dipelajari untuk meningkatkan kualitasnya, aku yakin kalau kedai itu bisa eksis asal dikelola dengan baik. Nama kedainya juga cukup menarik, Depresso, entah maknanya apa, tapi menurutku itu cocok.
Belum sempat ambil fotonya, jadi mampir dan coba sendiri deh, untuk lebih jelasnya.

my quote about coffee..

Pengalaman yg aku mau ceritakan sebenernya bukan tentang kedai kopi baru itu, iya juga, tapi ada suatu kejadian yg bisa dibilang salah satu hal bersejarah dalam hidupku. Ingat dengan prolog di atas, tentang harus tau detil semua hal dulu sebelum melakukan perjalanan? Tak ada masalah saat perjalanan berangkat, karena ya ada teman seperjalanan. Masalah muncul ketika aku harus pulang. What i have to do, supaya sampai ke Jakarta Pusat dengan selamat?
Ya memastikan apa saja yg harus aku perhatikan. Jadilah nanya ke Nina sedetil mungkin. Sebelum berangkat pun aku udah pesen, kalau aku sampai dengan selamat kalian harus bikin selebrasi besar-besaran, ya karena ini pertama kalinya dalam hidup di Jakarta, jalan dengan diri sendiri.
Maybe one big thing that you wanna stamp to me adalah konyol banget. Itu hal biasa um, nothing special. Maka aku hanya bisa bilang, anda tidak bisa menikmati hidup. Kenapa? Ask to your self.

bersambung.. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar