Kamis, 19 Maret 2015

Curmi : Membagi kisah yang mungkin indah..

Bersama sejuknya angin sore, jingganya semburat mega, sayupnya lantunan ayat suci, aku, ingin membagi kisah, yg mungkin tak indah, bagimu, bagiku juga.

Ah maaf, aku harus memenuhi panggilan alam terlebih dulu, kalau tidak maka alam akan menghukumku, tak perlu aku jelaskan caranya.
Hasil glonggongan mbak Dimi yg mau pindah nih, sebenarnya aku sendiri yg mengglonggong diriku. Sudah tau nasi satu porsi manusia biasa itu setara dengan dua kali makan, maklum bidadari harus pintar menjaga diri, tapi itu bukan aku, habis ludes, itupun masih ditambah jus sirsak yg ampun kentelnya, juga wedang ronde jangan lupa. Maka jadilah, terseok-seok perjalanan pulang dari tempat makan. Mau minta dipapah, kok dikodein pada nggak mempan.

Bicara tentang kode, tadi pagi aku hampir saja tidak bisa absen, sistem absen pake mesin berkode akses dan penanda jari, entah berapa kali dicoba, selalu saja gagal. Teriak-teriak meski lewat sms, manggilin Salsa. Siapa Salsa? Salah satu dari teman aku yg baik. Aku-nya yg baik. Dengan ide briliannya, dia bilang, mik kamu coba cuci tangan, mesin itu butuh mendeteksi sidikmu, oh cuma butuh sidik aku aja nih, oke. Dengan ngomel, aku berjalan ke toilet, wanita tentu saja, kenapa ngomel? Karena sebelumnya dia bilang, mik tanganmu mungkin berkeringat. Dan kemudia dia bilang, mik kamu harus basahin tanganmu. Cekik saja aku.
Namun tak dinyana, maaf, bahasa aku kadang memang terlalu melangit, masih kebawa kebiasaan istana, akhirnya aku bisa absen juga. Alhamdulillah, bukan apa apa, honor baru 850.000 lalu dipotong sekian persen, itu sakit.
Seperti batuk ku yg tak kunjung sembuh, entah karena aku terlalu merindukan hujan atau seseorang. duh.

Banyak orang yg ada di sekitar ku, yg aku perhatikan dalam diam, selalu berusaha menjadi lebih baik, jangan tanya aku memperhatikan semua orang atau satu orang, sudah terlalu terlihat jawabannya. Banyak orang yg aku perhatikan, kadang menyenangkan, kadang sangat menyebalkan. Aku memang mudah suka, pun mudah sebal, tapi aku tidak membenci, hanya tidak suka. Aku mudah lupa, pun mudah mengingat, jadilah berbeda atau cukup dengan melesatkan panah rasa. Tak apa, tersenyumlah, karena saat aku menulis ini, aku juga sedang bersemu.

Aku suka menjadi pribadi lain yg bebas mengungkapkan perasaannya, seperti sedang sebal karena pak bos bilang kerjaanku tidak ada progressnya, atau seperti sedang lega karena bu kasubbag dan kakak senior berusaha mendengarkan keluh kesah adik bungsunya ini, atau seperti sedang menahan sakit hati akan seseorang yg tanpa ia sadari bersikap menyebalkan, atau seperti sedang berjuang menyamakan ritme kerja dengan rekan sejawat, atau seperti banyak hal lainnya, dan ternyata aku sedang membuka aibku.

Tentang aib, tentang penghinaan, aku tidak pernah masalah, entah disebut apa, asal itu membahagiakan orang lain, aku juga bahagia. Tapi beda lagi, kalau yg mereka coba hina adalah agamaku, rosulku, tata cara ibadahku, itu berarti mereka tidak menghormati agama mereka sendiri. Habis menyarikan kata-kata di buku kicauannya Pidi Baiq. Biasa, buku pinjam di perpus. Eh kamu sedang melarikan diri ya? Dengan buku.
Ketika kau bilang, buku adalah pelarianku, itu tidak sepenuhnya salah. Tidak benar juga. Tergantung kamu mau percaya pandanganmu sendiri atau kepercayaanku. Buku, tidak pernah bisa jadi pelarian, karena dia terlalu berharga untuk hanya sebagai pelampiasan. Bagiku, buku itu luapan energi yg hanya bisa dirasakan oleh mereka yg rendah hati. Ketika manusia itu hanya menggunakannya saat mereka butuhkan, saat itu mereka sedang tinggi hati, merasa paling terpuruk, paling hancur, paling lemah dan akan merasa lebih baik dengan membaca. Keputusan sepihak.

Sebentar, jemuran di luar harus segera diungsikan, dan diganti dengan cucian selanjutnya. Iya, aku memang emak-emak. Tapi belum ada yg mau jadi bapaknya. Maaf,numpang kode.
Selesai menjalankan kewajiban sebagai anak kos yg mandiri, aku tergoda untuk menghubungi mantan kekasihku, aduh bukan, punya aja enggak, edisi high quality jomblo, menghubungi orang rumah maksudnya. Ya sekedar mendengarkan celotehan mama yg tanyanya cuma itu itu aja, udah makan belum, besok senam ya, aku jawab bukan, besok goyang dumang ma. Atau terkejut-kejut dengar adik paling kecil lagi nungguin serial hewan tayang, apalagi kalau bukan harimau atau serigala, tapi sayangnya bukan binatang, kebinatangan mungkin iya. Berjuang mati-matian membujuk dengan rayuan bakal dibeliin baju, entah nemu baju dimana, pikir nanti, pokoknya jeratan para binatang itu harus dilepaskan.

Setelah itu bingung, mau potong kuku dulu atau mau baca surat Al Kahfi dulu, dan akhirnya aku memilih untuk menyelesaikan kisah ini saja. Tenang, kisah denganmu baru akan aku mulai, tapi sebelumnya, maukah kau berbagi kisah hidup denganku?
Jika aku ada di posisi wanita yg ditodong dengan kalimat itu, yg pasti aku akan meleleh, kau bisa temukan ujung hatiku sudah melumer oleh hangatnya cinta di musim semi. Kenapa musim semi? Kalau musim penghujan, aku takut hatiku terbawa hanyut bersama banjir di Gunung Sahari. Mungkin itu satu-satunya gunung yg terkena banjir, aneh memang, mungkin juga karena dia cuma satu hari jadi gunung, sisanya jadi sungai.

Sebenarnya masih mau aku lanjutkan, tapi berhubung aku harus menata hatiku, maap kebiasaan, menata hidupku, aku harus taat pada jadwal yg sudah aku buat sendiri. Di ujung kisah kisruh untuk masa lampau ini, aku mau menyampaikan ucapan selamat sukses di tempat kerja barunya untuk mbak Dimi yg baru berapa pekan ini aku kenal, asik orangnya, terlebih traktirannya, lagi boleh mbak. Semoga banyak lagi kebaikan yg bisa disebarkan sekaligus didapatkan. Aku yg kadang nggak tau malu minta cappuccino, aku yg kadang ngerusuhin minta bikinin verbal, aku yg selalu menyenangkan, eh enggak ya, minta maaf untuk salah yg sengaja dan tak sengaja. Berterima kasih juga untuk semua kebaikan, yg terlihat maupun yg terselip dalam hati.

Selanjutnya, untuk harapan lain, aku berharap semoga kode kodeku berikutnya dapat lebih mudah tersampaikan. Semoga bisa menemukan yg mau jadi bapak dari emak rempong ini, entah kenapa aku terlihat miris sekali dengan menuliskan kalimat itu. Ah tidak apa apa, asal kamu bahagia.

Lalu, berharap semoga aku bisa lebih baik lagi, sebagai seorang manusia, dan wanita. Aku memang belum menjadi manusia yg baik, aku sedang berusaha, jadi maukah kau membantu membimbingku menjadi lebih baik? Mungkin bisa dimulai dengan belajar saling memahami?
Dan aku sedang mengode lagi.
Oh ya, lupa, semoga gunung sahari menjadi gunung salamanya. Biar nggak banjirnya nggak cuma satu hari.

Udah ya, ayo ngaji, abis itu boce, bobo kece.
Maaf ya, aku menyebalkan, tapi kamu bahagia kan. Kalau enggak, ya sudah, aku juga tidak peduli.
Lalu kenapa aku bertanya? Karena tau kamu akan menjawab. Dan jawabanmu tidak sama dengan keinginanku. Jadi aku sebel, maka dari itu aku jadi tidak peduli. Ketika aku tak peduli, aku akan diam, membiarkanmu seolah menang. Tapi sejujurnya, itu skak mat. Kau tau itu.


Oke, ayo jadi pribadi yg terus berbenah diri.
Dan aku akan setia mengamati dan menanti.
Mungkin kau yg akan mengajakku ke surga nanti.
Itu cerita panjang, kita bahas lain kali.

Mari baca Al Kahfi..


Tidak ada komentar:

Posting Komentar