Kamu tau rasanya membuka hati yang telah sangat lama terkubur, tertutup rapat dalam jurang jauh di dirimu, untuk seseorang yang tak kau kenal sebelumnya?
Tau rasanya memendam luka bertahun-tahun sendirian dan kemudian kau bisa membaginya, menyerahkan beban berat itu untuk dipikulnya?
Bagaimana dengan hal simpel, pernah merasakan kau akhirnya bisa berjalan-jalan tanpa merasa takut karena ia akan menjagamu dengan keberadaannya di sisimu?
Itu yang Ayra rasakan saat ini, saat lima tahun usia pernikahannya. Pernikahan dengan orang yang ia tak kenal sebelumnya, pernikahan dengan orang yang tak punya alasan selain ingin melukiskan senyuman di hari-hari tuan putri-nya itu, pernikahan yang ia tau merupakan the most beautiful grace from HIM, ever.
Bahkan sampai saat ini, anugrah Tuhan yang ia tidak tau lagi harus disyukuri dengan cara apa, itu bagaikan balasan atas semua kesabaran yang ia perjuangkan sepuluh tahun yang lalu.
Sepuluh tahun yang lalu..
Ayra, 19 tahun, mahasiswi
"You have to marry me after we are graduating. It is never be the right way, still being like this. This is not a right way!" bentak sosok gadis yang masih berada di semester 4 kuliahnya, sedang di depannya berdiri seorang laki-laki yang memiliki mata dengan sorot cinta terpancar jelas.
"Ok kalau itu mau kamu. Tapi aku nggak mau kita pisah sekarang ya, I need you always and can not ever live without you." rengek laki-laki itu mengucapkan apapun yang bisa meredakan gadis yang sangat ia cintai itu.
Cerita itu ditutup dengan mereka menghela nafas panjang, si gadis sedikit merasakan lega di hatinya, lega karena setidaknya ia bisa memberikan pembelaan bagi mereka yang menatapnya sinis ketika ia berjalan dengan laki-lakinya itu.
Sedang si laki-laki sibuk memikirkan apa yang bisa ia lakukan untuk mewujudkan janji itu. Memikirkan bagaimana mewujudkan janji yang bahkan ia ucapkan ketika ia masih menggantungkan hidupnya pada orang tua.
Benar-benar bukan hubungan yang benar. Di lihat dari sisi manapun. Hanya menghadirkan luka. Luka yang Ayra rasakan dan membuat hampir setiap malamnya berakhir dengan ujung mata sendunya basah.
Tapi apakah ia bahagia saat itu?
Tapi apakah ia menyesal saat ini?
bersambung..
Cerita sebelumnya : Induksi Kopi, Menata Hati [Bagian 1]
================================================================
Well karena gue didemo pemirsa setia gegara bikin cerita seenak udel gue sendiri ngelanjutinnya, jadi gue mau usahain tertib nulis sambungan ceritanya.Ya setidaknya gue udah berusaha, ntar kalo kenyataannya nggak move on move on, ya maklumin aja, putri kalian ini sibuknya luar biasaaa.
Percaya?
Inget peraturan pertama?
Jangan percaya gue, syirik.
Hahaha~
Yak Ahad yang cerah ini, mari kita isi dengan tidur eh salah mari kita isi dengan hal yang bermanfaat.
Kalo gue mah tidur nggak papa, kan dinilai ibadah. Uhuk. Ayyamul bidh bray, hahaha~
Makanya puasa dong, biar sehat tuh hidup. Makan aja sih kerjaannya. Ini ngomong sama diri gue sendiri yaa, jangan baper deh, gue aja yang ratu baper biasa aja.
Lagipula semua urusan gue udah beres kok, udah nyetrika udah jemur udah dhuha udah ngaji udah beres-beres, udah bahagiaaa.
Situ belum ya? Buruan, biar bisa tidur kayak gue, hahaha bangga banget.
Have a nice weekend saudara-saudara!
Stay cute stay awesome just like your princ ^_~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar